By Vinny Vindiani on October 17, 2017
Kombinasi ambient yang tepat antara hujan, tata panggung serta cahaya magis. Membuat konser Melancholic Bitch di Rossi Musik terasa dramatis, khusyuk lagi intim.
Oleh: Alfian Putra Abdi.
Malam yang dingin setelah Selatan Jakarta baru saja diguyur hujan, dan di dalam mesin penyejuk masih berfungsi normal. Sayangnya Ugoran Prasad tidak bisa melakukan kebiasaannya ketika manggung. Dia terjebak pada sekat ruang beratap. Tapi bukan itu alasannya, dia hanya mau turut merasakan apa yang dirasakan kumpulan orang di depannya. “Nggak adil juga yaa. Di sini (saya) klepus..klepus.. di sana (kalian) diam saja,” ujarnya berusaha menepis kecewa tidak bisa merokok.
Melancholic Bitch (Melbi) secara umum ditafsir sebagai band alternatif rock dengan lirik yang imajinatif. Padahal Melbi lebih dari itu. Melbi sudah berubah status menjadi sekumpulan begundal pemupuk rindu. Akan bergelar penjahat, jika mereka tidak juga melangsungkan konser atau minimal gigs.
Selang empat tahun dari konser Menuju Semesta yang mereka garap di Bandung dan Jakarta dalam rangka merayakan re-Anamnesis. Mereka menetaskan satu karya seni suara bertajuk NKKBS Bagian Pertama di tahun ini. Sehingga ada alasan bagi para pendengarnya menagih bertemu.
“Sudah lama sekali tidak bertemu,” sapa Ugo. “Terima kasih sudah datang,” yang kemudian berlanjut memainkan sederet nomor di album terbarunya, secara runut. Sebenarnya malam itu cocok untuk bersantai setelah ditempa rutinitas. Orang-orang justru memilih berkumpul di Rossi Musik Fatmawati untuk memanen rindu pada Melbi.
Kombinasi ambient yang tepat antara hujan, Melbi yang dramatis, dan tata panggung serta cahaya magis. Membuat konser Melbi terasa khusyuk lagi intim. Malam itu Rossi Musik lebih condong sebagai titik temu sekte rahasia ketimbang gedung pertunjukan. Melbi mengenakan busana serba gelap berdominasi hitam, posisinya menyerupai diaken yang siap mengantarkan para jemaat – yang jumlahnya tak seberapa itu – untuk menyimak khotbah.
Setelah cukup menunggu, para jemaat Melbi diberikan suguhan “Departmental Deities and Other Verses” dari album Anamnesis, yang dibawakan minimalis dengan vokal Ugo dengan iringan piano Nadya Hatta sebagai introduksi. Sebelum semua trek dalam album NKKBS Bagian Pertama digelontorkan secara runut.
Semua masyuk menyelami runtunan sejarah dan peristiwa yang Melbi paparkan dalam bentuk audio yang dramatis juga emosional. Lagu-lagu itu ibarat firman, siapapun yang hadir tidak mau ketinggalan momentum untuk melantunkannya. Menciptakan paduan suara dan dentum dansa yang keluar begitu saja tanpa komando siapa.
Suasana menjadi sakral dengan tata panggung sederhana namun praktis. Titik berdiri personil diatur berjarak dengan ruang gerak-laku yang cukup dan lokatif, memungkinkan penonton bisa menikmati satu persatu personil dengan atraktif. Bisa juga disebut mistik dengan terpajangnya patung berkerudung terpal yang berdiri di belakang panggung selama pertunjukan berlangsung.
Konser itu menjadi terkesan keramat, dengan minimnya interaksi antara penampil dan penonton. Semuanya seperti sudah khusyuk pada lagu-lagu yang dilantunkan Melbi.
Melbi memang sudah berpredikat band mitos, lantaran jadwal manggung yang tidak menentu, bahkan dalam hitungan tahunan. Menjadi salah satu orang yang hadir di Rossi Musik, menjadi malam yang nyaris mendekati mitos. Beruntungnya malam itu benar nyata terselenggara. Tentu akan dikenang oleh siapapun yang ada di sana.
Tembang-tembang dari album Anamnesis dan Balada Joni dan Susi menjadi pamungkas malam itu. Sebelum akhirnya Melbi melanjutkan perjalanan ke Bandung dan kembali ke Yogyakarta sebagai pemupuk rindu yang ulung.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar