Selasa, 14 Mei 2013

Re-anamnesis Review dari Benji via Omuniuum


Dikala sedang bersiap untuk menggelar pentasnya Melancholic Bitch di Bandung pada tanggal 31 Mei ini, semesta tampaknya mendukung semua keinginan. Tiba-tiba sebuah email mampir dan ketika dibuka, isinya adalah review CD re-anamnesis – Melancholic Bitch. Apa namanya kalau ini bukan jodoh? Haha. Silakan membaca review yang dikirim dari Benji, jika mau membeli cdnya bisa kontak @omuniuum atau kontak @pengeratshop ya. 
Semoga harinya menyenangkan.
- boit
****

Melancholic Bitch – re-anamnesis



“Wake up, don’t you hide now. Sometime this morning someone will take you on the run.”
Nyaris setiap pagi, atau, setiap waktu, mendengarkan kalimat tersebut, tersulutlah delusi berupa dibangunkan di pagi buta oleh seseorang wanita (cantik, misterius, dsbg. sesuai referensi personal tentunya) untuk melintas bumi menjalankan misi-misi teramat rahasia tepat seusai mengganti identitas saya sepenuhnya. Berkhayal, band (mereka lebih memilih disebut sebagai kolektif) ini selalu membawa saya ke tahap itu. Setelah menghadirkan bebunyian terompet dan tarikan suara Frau -favorit kita semua-, kini lirik tersebut dan sepenuh lagunya telah bertransformasi menjadi suatu ledakan yang lebih manis. Bukan tembang pembuka sebenarnya, namun lebih kepada pengenalan kembali sebelum munculnya album, sekaligus menjadi tembang yang paling kentara perbedaannya dengan versi awal di album Anamnesis, telah di master ulang, serta menjadi lebih ‘ramah’ untuk era sekarang dengan bentuknya yang berupa cakram padat, Re-Anamnesis.

Melancholic Bitch (selanjutnya disingkat Melbi), saya awali perkenalan dengan menyelami album keduanya terlebih dulu, Balada Joni & Susi, berisikan kisah sepasang kekasih dari awal hingga akhir yang penuh dengan kegetiran, segera menjadikan Anamnesis (yang lagu-lagunya berdiri sendiri) terlihat ‘normal’. Menarik minat saya untuk mencari tahu lebih banyak Melbi versi normal tersebut, semakin menarik karena sedikitnya info yang beredar. Hingga saya (dan mungkin kamu juga) menemukannya di blog bertajuk kotakgelas, yang juga merangkum banyak hal tentang kolektif ini.
Melbi, adalah tentang tembang-tembang eklektik nan catchy bermuatan penerapan diksi yang menggelitik, luar biasa melankolis, yang dinyanyikan pada mayoritas nada-nada rendah hingga mengerang. Memaksa kita tak kuasa untuk tidak bersenandung (terbukti dengan terseretnya beberapa kawan seusai mendengar rintihan saya kala menyetel album-albumnya), atau sekedar men-tweet potongan syairnya. Tentang kita yang tidak menyelami lebih dalam kesusastraan tetap merasa terfasilitasi, meski terkadang sedikit mengernyitkan dahi. Bahkan menurut kawan saya seorang pegiat sastra: tentang karya Ugo yang paling keren.

Maka Re-Anamnesis, sejauh apa yang bisa saya tangkap, adalah :
-Tentang Anamnesis yang versi poles ulangnya menjadi lebih nikmat didengar tanpa perlu aransemen ulang yang berpotensi ‘merusak’ lagu-lagunya yang sudah kuat.
-Tentang karya-karya milik para pendahulu yang diterjemahkan dengan syahdu, juga sedikit mengenalkan saya pada Rudyard Kipling, bahkan Sapardi Djoko Damono.
-Tentang ‘My Feeling for You’, yang tempatnya digantikan dengan versi reprise dari ‘Requiem’.
-Tentang dua penyegaran yang cukup sukses oleh Ari Wvlv dan Bottlesmoker.
-Tentang untuk tetap berpijak di bumi, dengan menyiapkan segelas rasa rakit pada tiap awal musim.
-Tentang legenda sepasang kekasih yang pertama bercinta di luar angkasa, yang mana setiap dilantunkan, mengantarkan seorang gadis menemani saya yang tadinya melayang di angkasa seorang diri. Antariksa untuk kita berdua saja.
-Tentang kekerasan adalah bagian tak terpisahkan dari setiap kita, sambil mengharapkan kelemahan kuno dalam diri kita untuk disentuh (terdengar menyakitkan).
-Tentang cinta yang membusuk di lagu-lagu, dan dibawakan dengan alunan paling ngepop. Juga tentang menjadi lebih rileks, jika kurang tepatdisebut pelarian, semenjak saya merasakan benar ingin memiliki jendela yang menghadap langsung ke lahan kosong penuh ilalang di sebelah kamar.
-Tentang “bernapaslah denganku, kuberjanji kita tak akan terengah” meski hadir di lagu dengan judul yang menyiratkan habisnya masa peredaran di dunia, namun memuat janji paling berkelas serta sangat beresiko, yang kamu bisa ucapkan. Membuat saya penasaran, bagaimana ekspresi seseorang ketika hal tersebut diucapkan pemujanya sembari berlutut. Maaf, maaf.
-Tentang pengulangan “yang kau inginkan, takkan kau dapatkan.” Aduh.
Juga tentang deklarasi ‘Melancholic Bitch’ sebagai identitas yang tepat guna. Tentang lagu-lagu yang tidak lekang dimakan masa. Tidak cukup sampai di situ, saya masih mencoba menerka banyak hal di dalamnya (Kita adalah Batu, dll.). Tentang hal-hal, juga pemaknaan gagasan yang belum usai.
Menarik pada setiap sudutnya, sangat layak dengar. Kapan saja. Biarkan interpretasi apapun melintas dan hinggap di pikiranmu. Sementara saya masih akan menanti kedatangan wanita yang saya sebutkan di paragraf awal. (words & photos – Benjing)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar