20/11/2009 | foto oleh Wahyu Nugroho Live ReportPentas kontemporer ala Melancholic Bitch JOGJA memang jagonya kalau soal suguhan pertunjukan musik yang aneh. Setelah mereka mempertemukan 100 band lintas genre, lintas generasi dalam Locstock Fest [13-15 November] lalu, kali ini trax disuguhkan dengan sebuah tontonan unik yang serius, sebuah paket seni pertunjukan konseptual yang mengonjugasikan antara seni musik, teater, dan sastra yang dibuat dalam rangka peluncuran album terbaru Melancholic Bitch, bertajuk Balada Joni dan Susi. Jika dilihat lokasinya, sungguh diluar dugaan akan sebuah gedung pertunjukan megah ala Taman Ismail Marzuki atau Goethe Insistut. Trax diajak menempuh berkilo-kilo jalan jauh ke selatan, tepatnya tidak lain di Pendopo Padepokan Seni Yayasan Bagong Kussudihardjo, Desa Kembaran, Kabupaten Bantul, Yogyakarta. Sebuah kompleks kesenian yang didalamnya terdiri dari elemen-elemen pendukung berkesenian, dari studio rekaman, ruang pentas, kantor, dsb. Pantas lah jika Dialectic Recordings [label mereka], Brains, Kua Etnika, dan Kongsi Jahat Syndicate mengambil lokasi ini. Tidak lain demi menciptakan sebuah pertunjukkan yang tidak lazim. djaduk Dan memang Kamis [19/11] malam itu, penonton benar-benar dibawa kepada aura acara yang tak lazim jika dibandingkan dengan pentas band-band besar nasional. Dua tribun kecil kanan kiri mengelilingi sebuah ruang kecil tempat performer. Di tengah ruangan tersebut ada kotak berbahan teralis dengan neon yang siap menyala lengkap dengan mik di dekatnya, singgasana dari sang vokalis. Sementara di kanan-kiri berhias undakan kecil, kavling dari anggota Melancholic Bicth. Djaduk Ferianto, anak bungsu dari Bagong Kussudiardjo, empunya Padepokan ini bertindak sebagai tuan rumah yang menyambut penonton yang datang ibarat tamu. Ia memperkenalkan masing-masing personil kolektif Melancholic Bitch, dari sang otak Ugoran Prasad [vokal], Teguh Hari Prasetya [studio works, 2007], Yossy Herman Susilo [electric—acoustic guitar, mix-engineer, voice], Septidan Dwirima [drum, laptop], dengan para kolaborator: Pierna Haris [guitar on stage performance], Richardus Ardita [bass, voice], dan Andy Xeno Aji [graphic, drawing]. Sesi tanya jawab menjadi intro sekaligus presentasi dari Djaduk atas produk dari seniman-seniman yang memang merekam seluruh karyanya di studio Kua Etnika yang terletak di kompleks ini. Sesudah sesi tanya jawab, singer songwriter perempuan bersuara lirih, Frau, nampak di belakang piano dan membuka acara ini. frau Terlahir dengan nama Leilani Hermiasih, namun Lani [nama pendeknya] lebih senang dipanggil Frau. Pianis berparas ayu yang mengawali karir bermusiknya sebagai kibordis band surf-punk-rockSouthern Beach Terror ini punya daya magis tersendiri malam itu. Penonton diajak mengembara dalam khayal ketika tuts jemarinya seakan bergumul mesra dengan vokalnya yang lirih ketika “Mesin Penenun Hujan” dan repertoir lainnya dimainkan. Usai Frau, Melancholic memulai pentasnya, satu persatu personil mulai mengisi ruang di tengah. Sang vokalis Ugo mengisi kotak teralis neon tadi sambil mengumandangkan puluhan kata puisi. Lampu perlahan dinyalakan, di belakang dram layar berhias beragam visual, musik merintih, tanda pentas dimulai. Satu persatu repertoir dari album baru ini dibawakan. Tak lupa, nama Joni dan Susi selalu disebut, sebagai benang merah yang menyatukan tiap komposisi, urat nadi dari acara ini. ugo Waktu berpacu, beberapa kejutan diletupkan oleh Ugo & co. Seperti saat nomor “Distopia” dilantukan. Berduetnya Ugo dengan Silir, menampilkan sebuah sesi kolaborasi yang romantis. Bak tersihir, Trax punmelupakan kamera sesaat dan mencoba merespon mik yang disodorkan ketika lirik “Bersama-sama kita, bersama-sama slamanya” dilantunkan. Ugo dan Silir Di pentas itu juga, demi menyempurnakan karya yang sudah mereka buat, Melancholic Bitch mengundang serta para musisi kolabolator yang terlibat, dimulai Jamaludin Latief [Teater Garasi], Theo Christanto [Teater Garasi] yang berorasi di lagu “Mars Penyembah Berhala” Army [Crossbottom] yang beryanyi tunggal di “Nasihat yang baik” Oky Gembuz [gitaris Mock Me Not] di “Noktah Pada Kerumunan”. Nggak hanya itu, tetabuhan rebana dari Kua Etnika pun digamitnya memenuhi ruangan pentas, menyibakkan sebuah tontonan kolaboratif yang maksimal. kolaborasi dengan penabuh rebana Lebih dari sekedar launching album, pentas malam itu adalah sebuah bukti nyata percumbuan yang hangat antara seni musik modern dengan banyak elemen seni yang menghasilkan sebuah karya kontemporer yang mumpuni.| wahyu |
Jumat, 20 November 2009
Dari MTV Trax
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar