Rabu, 11 Mei 2011

Dari Rlinggaisnatan


Ketika Joni dua satu dan susi sembilan belas,
hidup sedang bergegas di reruntuh ruang kelas
kota-kota menjalar liar dan rumah terkurung dalam kotak gelas,
dingin dan cemas.
Namaku Joni,
namamu Susi.
Namamu Joni,
namaku Susi.

Bait pendek di atas adalah perkenalan, intro dari dua tokoh imajinasi, Joni dan Susi, dalam rangkaian repertoar Balada Joni dan Susi, sebuah karya teater yang dikemas dalam sebuah cakram padat 12 lagu berisi dentuman psychedelic ala Melancholic Bitch.

Agak menyesal ketika baru tahun 2009, dan baru di album BJS, mengenal band aneh dari Jogja ini. Sebenarnya banyak band aneh di Jogja, cuma aku belum pernah bertemu band yang saking anehnya hingga membuatku kepincut. Dengan konsep teatrikal album ala Melbi, risih untuk sekedar menyebutnya sebagai sebuah band. Apapun itu.

Cholil ERK pernah menyebut musik Melbi sebagai musik Efek Rumah Kaca untuk tingkat yang lebih advanced.

Musiknya sebenarnya sangat sederhana, katanya sih. Tapi rasanya kok sederhana disini bukan ditujukan untuk telinga awam. Sedikit tersinggung. Sekali dengar, susah untuk langsung mengerti, apalagi suka. Pun demikian denganku, untungnya naluri untuk menyukai berlanjut. Hingga aku bisa benar-benar mampu menikmati musik mereka. Beruntung.

Aku bukan orang sastra ataupun teater, hanya punya kapasitas memahami lirik-lirik yang ditulis oleh Ugoran Prasad, secara ringan saja. Artinya, jangan harap aku mau menjawab pertanyaan tentang apa maksud dari Album BJS ini. Kalau dipaksa menjawab, jawabannya ya… Album ini tentang Joni dan Susi. :) 

Jika diibaratkan dengan sosok manusia, maka Melbi adalah seorang pintar yang senang membicarakan hal serius, tapi masih jadi teman bicara yang menyenangkan dan tak intimidatif. (RollingStoneINA)

Tembi Rumah Budaya, 9 Agustus ’10, untuk pertama kali (dan terakhir, tahun ini, semoga) aku melihat langsung seperti apa sebenarnya Melbi. Terakhir? Maksudnya, penampilan terakhir Ugo di Melbi, taun ini. Karena Ugo akan segera terbang terbang ke New York, Beasiswa studi seni katanya. Rasa penasaran terjawab. Sangat luar biasa, mengingat sebelumnya hanya bisa melihat mereka melalui streaming di youtube. Maklum, band ini bukan banci tampil. Jangan harap mereka tampil di acara pentas seni anak SMA. Ga ada yang nonton nanti.

Di acara milik Kongsi Jahat Syndicate ini, Ada Tika, Lani, Wok the Rock, Mbak Silir di panggung. Di bangku penonton terlihat beberapa wajah langganan di kalangan seniman Jogja, salah satunya Djaduk Ferianto, dedengkot Kua Etnika, yang juga pendukung dalam produksi album BJS. Komplit. :)

Banyak yg kemudian bertanya, “Katanya bagus ya Ling kalo Melbi tampil live?”
Bingung, soalnya sama sekali belum pernah liat langsung sebelumnya.
Jawab asal aja, “Ya kalo jelek ga akan nonton”.

Nyaman rasanya, ada sesuatu yang berkualitas dan layak dicintai di tengah kerumunan penyembah berhala.

“Bersama-sama kita, bersama selama-lamanya, bersama-sama selamanya”.
Ada sisi romantis di album ini,
tapi tak perlulah untuk diceritakan disini. :)
Distopia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar