Melancholic Bitch - Balada Joni dan Susi
Band pinggiran yang dibentuk akhir 90an di Yogya ini seperti sedang menulis ulang pengertian dari idiom lama “hidup segan mati tak mau”. Cerita mereka cukup panjang, terlalu panjang untuk diceritakan ulang; juga tak terlalu penting. Pendeknya; mereka sudah muncul sejak jaman Parkinsound masih rutin diadakan tahunan; sesekali main band di panggung lokal, sesekali main di luar kota, sesekali main musik untuk performance dan teater, sesekali main musik untuk film, tapi lebih sering duduk-duduk, bercanda, saling memusuhi lalu berdamai sebelum permusuhan berikutnya. Sebuah band, bagaimanapun, cenderung meniru sebuah keluarga. Mengutip Anna Karenina: Seluruh keluarga bahagia selalu sama; keluarga tidak-bahagia, selalu tidak berbahagia dengan caranya masing-masing. Keluarga tidak berbahagia yang sering disingkat namanya menjadi Melbi ini disfungsional, retak, tapi selalu punya alasan untuk berkumpul di hari raya. Hari raya yang sibuk mereka ciptakan sendiri.
http://www.last.fm/music/melancholic+bitch/+wiki
Tulisan ini adalah untuk melunaskan janji untuk menulis tentang Melancholic Bitch. Review ini memang tak sebagus penulis lain. Begitu banyak ulasan yang menunjukkan kualitas album ini. Tulisan ini tak ada apa - apanya jika dikomparasikan dengan yang lain. Coba saja ketik Melancholic Bitch Balada Joni dan Susi pada mesin pencari, maka akan disuguhkan banyak. Tulisan ini hanya untuk menunjukkan betapa cintanya saya dengan Melancholic Bitch seperti halnya betapa cintanya Joni dan Susi.
Saya pertama kali melihat band ini secara langsung di Taman Budaya Yogyakarta. Saat itu saya menunggu Efek Rumah Kaca yang menjadi penutup di sebuah gigs. Efek Rumah Kaca masih lama. Sekitar empat band lagi. Sambil menunggu, saya dan teman saya mencari tukang minuman untuk membeli air mineral dalam kemasan gelas kecil. Ya! Sudah tertebak, airnya dibuang untuk disubstitusi oleh anggur merah.
Saya dan teman saya menenggak anggur merah yang saat itu masih delapan belas ribu di teras di Taman Budaya Yogyakarta. Saat sedang melakukan ritual sebelum menonton music itulah, datang seorang perempuan berparas manis. Manis sekali. Herannya, lawan jenis di sebelahnya tak sebanding. Saya dan teman saya bergunjing. Hahaha. Lawan jenisnya memakai kacamata dengan lensa hampir menutupi muka dengan pinggiran hitam tebal.
“kok mau ya cewenya? Cowonya aneh begitu”, teman saya bertanya.
“pasti cowonya punya sesuatu, nyo”, apologi saya. Karena saya merasa dia jauh lebih keren dibanding saya. Hahaha.
Dan benar. Ketika Efek Rumah Kaca tinggal menunggu satu band lagi, saya dan teman saya menyudahi menganggur. Masuk ke dalam venue. Si lawan jenis yang aneh itu sedang berada di tengah panggung. Merokok dan memegang mikrofon. Dan dia sangat keren! Dia Ugoran Prasad, vokalis yang juga penulis lirik Melancholic Bitch yang juga penulis cerita pendek untuk Kompas. Saat itulah saya merasa saya harus jatuh cinta dengan band ini. Padahal album Anamnesis, sudah mengerak di memori computer.
“tuh kan bener, dia vokalis keren begitu”, teman saya tertawa setelah saya ucapkan kalimat itu.
Album Balada Joni dan Susi memang mantap. Tidak banyak band di Indonesia yang berkonsep seperti ini. Konser promo albumnya di Salihara, Jakarta Selatan, menuai banyak pujian. Sempurna kata teman saya, Priambodo Adi Nugroho. Album ini berisi tentang perjalanan Joni dan Susi. Tokoh yang menurut saya mencerminkan banyak pasangan di Indonesia. Album ini juga membuat saya harus menambah nama Ugoran Prasad ke dalam pelirik kegemaran saya. Setelah Jimmy Multhazam dari The Upstairs dan Cholil dari Efek Rumah Kaca.
•1. Prolog
Lagu ini berdurasi hanya satu menit lebih setengah kurang. Sesuai dengan judulnya, lagu ini hanya prolog. Prolog dari Ugoran Prasad, vokalis, untuk mengintrodusikan siapa Joni dan siapa Susi.
Ketika Joni dua satu dan Susi sembilan belas
Hidup sedang bergegas di ruang kelas
Kota - kota menjalar liar dan rumah terkurung dalam kotak gelas
Dingin dan cemas
Namaku Joni
Namamu Susi
Namamu Joni
Namaku Susi
jika aku miskin kau negara
jika aku mati kau kematian lainnya
Bersama - sama kita, bersama - sama selamanya
Bersama - sama kita, bersama, bersama.
Siapa yang butuhkan imajinasi, jika kita sudah punya televise
Pada bagian akhirnya, refrain diulang berkali - kali diiringi oleh semacam dakwah yang pepat dalam empat belas inchi.
Supermarket dan busung lapar adu lari
Aku tak gila ketika didengarnya dinding berbisik
pelan berbisik: curilah roti.
Takkan kubiarkan kau mati.
Jangan libatkan polisi di lagu ini
Jangan libatkan polisi di cinta ini
Masih ada empat lagu lagi, jadi silahkan cari tahu sendiri. Dan jangan salahkan saya, jika setiap bangun tidur harus menyetel lagu mars penyembah berhala atau 7 hari menuju semesta. Album ini sangat adiktif. Sangat. Berhati - hatilah. Sudah beberapa bulan menjadi penghuni tetap daftar main aplikasi pemutar mp3 saya. Berhati - hatilah sungguh!
Jadi meminjam istilah majalah Trax, mendengarkan album ini sekilas seperti membaca realita Indonesia lewat lagu.
http://www.last.fm/music/melancholic+bitch/+wiki
Tulisan ini adalah untuk melunaskan janji untuk menulis tentang Melancholic Bitch. Review ini memang tak sebagus penulis lain. Begitu banyak ulasan yang menunjukkan kualitas album ini. Tulisan ini tak ada apa - apanya jika dikomparasikan dengan yang lain. Coba saja ketik Melancholic Bitch Balada Joni dan Susi pada mesin pencari, maka akan disuguhkan banyak. Tulisan ini hanya untuk menunjukkan betapa cintanya saya dengan Melancholic Bitch seperti halnya betapa cintanya Joni dan Susi.
Saya pertama kali melihat band ini secara langsung di Taman Budaya Yogyakarta. Saat itu saya menunggu Efek Rumah Kaca yang menjadi penutup di sebuah gigs. Efek Rumah Kaca masih lama. Sekitar empat band lagi. Sambil menunggu, saya dan teman saya mencari tukang minuman untuk membeli air mineral dalam kemasan gelas kecil. Ya! Sudah tertebak, airnya dibuang untuk disubstitusi oleh anggur merah.
Saya dan teman saya menenggak anggur merah yang saat itu masih delapan belas ribu di teras di Taman Budaya Yogyakarta. Saat sedang melakukan ritual sebelum menonton music itulah, datang seorang perempuan berparas manis. Manis sekali. Herannya, lawan jenis di sebelahnya tak sebanding. Saya dan teman saya bergunjing. Hahaha. Lawan jenisnya memakai kacamata dengan lensa hampir menutupi muka dengan pinggiran hitam tebal.
“kok mau ya cewenya? Cowonya aneh begitu”, teman saya bertanya.
“pasti cowonya punya sesuatu, nyo”, apologi saya. Karena saya merasa dia jauh lebih keren dibanding saya. Hahaha.
Dan benar. Ketika Efek Rumah Kaca tinggal menunggu satu band lagi, saya dan teman saya menyudahi menganggur. Masuk ke dalam venue. Si lawan jenis yang aneh itu sedang berada di tengah panggung. Merokok dan memegang mikrofon. Dan dia sangat keren! Dia Ugoran Prasad, vokalis yang juga penulis lirik Melancholic Bitch yang juga penulis cerita pendek untuk Kompas. Saat itulah saya merasa saya harus jatuh cinta dengan band ini. Padahal album Anamnesis, sudah mengerak di memori computer.
“tuh kan bener, dia vokalis keren begitu”, teman saya tertawa setelah saya ucapkan kalimat itu.
Album Balada Joni dan Susi memang mantap. Tidak banyak band di Indonesia yang berkonsep seperti ini. Konser promo albumnya di Salihara, Jakarta Selatan, menuai banyak pujian. Sempurna kata teman saya, Priambodo Adi Nugroho. Album ini berisi tentang perjalanan Joni dan Susi. Tokoh yang menurut saya mencerminkan banyak pasangan di Indonesia. Album ini juga membuat saya harus menambah nama Ugoran Prasad ke dalam pelirik kegemaran saya. Setelah Jimmy Multhazam dari The Upstairs dan Cholil dari Efek Rumah Kaca.
•1. Prolog
Lagu ini berdurasi hanya satu menit lebih setengah kurang. Sesuai dengan judulnya, lagu ini hanya prolog. Prolog dari Ugoran Prasad, vokalis, untuk mengintrodusikan siapa Joni dan siapa Susi.
Ketika Joni dua satu dan Susi sembilan belas
Hidup sedang bergegas di ruang kelas
Kota - kota menjalar liar dan rumah terkurung dalam kotak gelas
Dingin dan cemas
Namaku Joni
Namamu Susi
Namamu Joni
Namaku Susi
- 2. Bulan Madu
- 3. 7 Hari Menuju Semesta
jika aku miskin kau negara
jika aku mati kau kematian lainnya
- 4. Distopia
Bersama - sama kita, bersama - sama selamanya
Bersama - sama kita, bersama, bersama.
- 5. Mars Penyembah Berhala
Siapa yang butuhkan imajinasi, jika kita sudah punya televise
Pada bagian akhirnya, refrain diulang berkali - kali diiringi oleh semacam dakwah yang pepat dalam empat belas inchi.
- 6. Nasihat yang Baik
- 7. Propaganda Dinding
Supermarket dan busung lapar adu lari
Aku tak gila ketika didengarnya dinding berbisik
pelan berbisik: curilah roti.
Takkan kubiarkan kau mati.
- 8. Apel Adam
Jangan libatkan polisi di lagu ini
Jangan libatkan polisi di cinta ini
Masih ada empat lagu lagi, jadi silahkan cari tahu sendiri. Dan jangan salahkan saya, jika setiap bangun tidur harus menyetel lagu mars penyembah berhala atau 7 hari menuju semesta. Album ini sangat adiktif. Sangat. Berhati - hatilah. Sudah beberapa bulan menjadi penghuni tetap daftar main aplikasi pemutar mp3 saya. Berhati - hatilah sungguh!
Jadi meminjam istilah majalah Trax, mendengarkan album ini sekilas seperti membaca realita Indonesia lewat lagu.
Bahkan sudah bertahun-tahun, dalam daftar main pemutar musik saya. Saya adalah pecandu yang tidak ingin berhenti nyandu! Hanya Tuhan yang tahu kenapa saya jatuh cinta pada Melbi.
BalasHapus