Melancholic Bitch
(d/h bernama On Genealogy Of Melancholia), mula-mula adalah laboratorium kecil
yang dibangun oleh Ugoran Prasad
dan Yosef Herman Susilo di tengah aktifitas mereka di Performance Fucktory pada tahun
1999. Sejak tahun 2000, ruang eksperimen ini mulai dimasuki berbagai seniman
lain, sekedar singgah (di antaranya: Jompet Kus
Widananto, Moh. Marzuki a.k.a KilltheDJ, Werko Kowena, La Konde, Anton W.A) atau yang datang untuk menetap : Teguh Hari
Prasetya, Yennu Ariendra, Septian Dwirima, Richardus Ardita dan Pierna Harris. Cerita mereka cukup panjang, terlalu panjang untuk
diceritakan ulang; juga tak terlalu penting. Singkatnya; mereka sudah muncul
sejak jaman Parkinsound masih rutin diadakan tahunan; sesekali main band di
panggung lokal, sesekali main di luar kota, sesekali main musik untuk
performance dan teater, sesekali main musik untuk film, tapi lebih sering
duduk-duduk, bercanda, saling memusuhi lalu berdamai sebelum permusuhan
berikutnya. Sebuah band, bagaimanapun, cenderung meniru sebuah keluarga.
Mengutip Anna Karenina: Seluruh keluarga bahagia selalu sama; keluarga
tidak-bahagia, selalu tidak berbahagia dengan caranya masing-masing. Keluarga
tidak berbahagia yang sering disingkat namanya menjadi Melbi ini disfungsional,
retak, tapi selalu punya alasan untuk berkumpul di hari raya. Hari raya yang
sibuk mereka ciptakan sendiri.
Hari raya baru mereka di antaranya,
ditandai oleh keterlibatan mereka di pertunjukan Waktu Batu
#3: Deus Ex Machina and My Feeling For You (produksi Teater Garasi (2004), dipentaskan di Jakarta,
Singapore, Berlin dan Tokyo antara 2004-2006), produksi LP pertama mereka Anamnesis (Love
Records, 2005) yang kemudian di rilis ulang menjadi Re-Anamnesis (Pintu Kecil, 2013), dan Balada
Joni dan Susi (Dialectic Record,
2009), sebuah album-konsep yang berkisah tentang petualangan sepasang kekasih
dalam mewujudkan impian mereka di tengah dunia yang semakin mencekik. Untuk
karya yang disebut terakhir ini, Rolling Stone Indonesia mengganjarnya sebagai
satu dari 20 album Indonesia terbaik 2009.
Bisik-bisik di lingkungan penonton mereka
menyebut band ini sebagai band-hantu; mereka senang dengan term ini terutama
karena tanpa sengaja --terutama disebabkan karena kesibukan personilnya—mereka
tak bisa sering muncul di panggung band. Melancholic Bitch adalah sebuah
keluarga-bentukan yang mendorong berbagai potensi di dalam dirinya lebih jauh
dari sekedar sebuah group untuk bermusik. Maka mereka membebaskan Ugoran Prasad
untuk menekuni kerjanya sebagai fiksionis dan berkelana demi menempuh
pendidikan sebagai periset-pertunjukan, mendorong proyek-proyek musik Yennu
Ariendra sebagai komposer dan musik director (diantaranya bersama Teater Garasi dan Belkastrelka), atau memberi ruang bagi eksperimen dan rekam kerja
Yossy Herman Susilo sebagai sound-engineer. Hal serupa juga berlangsung pada
Teguh Hari (kini hiatus), Septian Dwirima
(music director pada beberapa proyek pertunjukan), Richardus Ardita
(bermusik bersama Shoolinen, Individual
Life, dan Armada Racun), Pierna
Haris (saat ini sedang di berkelana di U.S.).
Latar di atas memang membuat mereka pada
dasarnya tak menjadikan kuantitas album dan frekuensi main di panggung sebagai
ukuran kebersamaan mereka; lebih jauh, kecenderungan pada ukuran kuantitatif
ini sebisa mungkin ingin mereka hindari. Keluarga yang semakin lama semakin
membesar ini memutuskan untuk menempuh jalan sebagaimana yang diambil oleh
rekan-rekan mereka sesama seniman di komunitas Teater Garasi, yakni lebih dulu
memperjuangkan karya sedalam-dalamnya daripada target dan mantra pabrikan yang “sebanyak-banyaknya
dan secepat-cepatnya”. Akibat negatifnya, tentu saja, lingkungan penonton dan
rekan-rekan mereka terpaksa menunggu lama kehadiran album dan pertunjukan
mereka; sesuatu yang menurut Jakartabeat.com membuat mereka tampak seperti band
cult. Sebaliknya, akibat positif dari hal ini bukan tak ada. Sebagian
pertunjukan dan konser-penuh mereka adalah hasil dari kelola seluruh unsur
pertunjukan yang tereksekusi dengan maksimal dan matang, entah itu dari dimensi
performer, tata suara, tata ruang, lampu, teks pertunjukan sampai dramaturgi. Konser-penuh Balada Joni dan Susi di gedung parkir Koran Tempo (produksi bersama Kelas Pagi
Anton Ismael, Jakarta, 2009), studio Yayasan Bagong Kussudiarja (prod. bersama
Kua Etnika, Yogyakarta 2009), Teater Salihara (prod. bersama Teater Salihara,
Jakarta, 2010), Langgeng Art (prod. Kongsi Jahat Syndicate, Yogyakarta, 2011)
adalah deret dari serangkaian konser berkelas itu. Terakhir, paska peluncuran Re-Anamnesis (2013),
mereka melebur seluruh teks dari kedua album mereka dan memperkenalkan satu
konser penuh dalam durasi 1 jam 45 menit, sebagaimana yang pertama kali mereka
mainkan di konser spesial #MenujuSemesta (prod. Limunas dan Djarum Black, Bandung 2013), pertunjukan
pertama mereka di Bandung sejak 13 tahun terakhir. Diluar semua itu, bisik-bisik menyebut mereka
sudah mulai mengedarkan draft demo proyek mereka terbaru yang rencananya akan
dirilis di tahun 2014.
Cerita mereka, sepintas bagi yang tak
awas tampak terputus-putus, dipastikan bersambung […]
16 jun 2013
16 jun 2013